Franchise
bermakna bebas dalam bahasa Perancis. Dalam dunia usaha, franchise berarti
sebuah bentuk kerjasama yang menerangkan bahwa Pemilik Waralaba(Franchisor)
memberikan izin kepada pihak penerima/pembeli Waralaba (Franchisee) untuk
menggunakan hak intelektualnya yang berupa nama, produk atau jasa, merek
dagang/jasa dan sistem operasi usaha (manajemen). Franchise akan / berhak
menerima Royalti atas hak itu dari franchisee yang telah membeli/memakai
nananya. Harganya pun beragam.
Sejarah
Franchise
Franchise,
atau waralaba dalam bahasa Indonesia, pertama kali dimulai dan diperkenalkan
pada tahun 1851 di Amerika oleh Isaac Singer, produsen mesin jahit dan pendiri
Singer Sewing Machine Company. Ide sistem waralaba ini muncul karena
keinginannya untuk meningkatkan distribusi penjualan mesin jahitnya. Walaupun
sebenarnya usaha tersebut gagal, namun dia diakui sebagai pelopor format bisnis
waralaba ini di AS.
Sistem
itu kemudian diikuti oleh perusahaan otomotif General Motor Industry yang
melakukan penjualan kendaraan bermotor dengan menunjuk distributor franchise
pada tahun 1898. Selanjutnya, diikuti pula oleh perusahaan-perusahaan soft
drink di Amerika sebagai saluran distribusi di AS dan negara-negara lain.
Sedangkan di Inggris waralaba dirintis oleh J Lyons melalui usahanya Wimpy and
Golden Egg pada dekade 60an.
Franchise
dikenal di Indonesia sejak era 70-an ketika Shakey Pisa, KFC, Swensen dan
Burger King masuk dan mencoba peluang berinvestasi di Indonesia. Perkembangannya
terlihat sangat pesat dimulai sekitar 1995. Data Deperindag pada 1997 mencatat
sekitar 259 perusahaan penerima waralaba di Indonesia. Setelah itu, usaha
franchise mengalami kemerosotan karena terjadi krisis moneter. Para penerima
waralaba asing terpaksa menutup usahanya karena nilai rupiah yang terperosok
sangat dalam. Hingga 2000, franchise asing masih menunggu untuk masuk ke
Indonesia. Hal itu disebabkan kondisi ekonomi dan politik yang belum stabil
ditandai dengan perseteruan para elit politik. Barulah pada 2003, usaha
franchise di tanah air mengalami perkembangan yang sangat pesat.
Definisi
Waralaba
atau Franchising berasal dari bahasa Prancis yang berarti
kejujuran atau kebebasan. Sedangkan dalam dunia bisnis, setiap negara memiliki
definisi tersendiri tentang waralaba. Menurut versi pemerintah Indonesia yang
tercantum dalam Peraturan Menteri Perdagangan (NO. 12/2006) “Waralaba
(Franchise) adalah perikatan antara Pemberi Waralaba dengan Penerima Waralaba
dimana Penerima Waralaba diberikan hak untuk menjalankan usaha dengan
memanfaatkan dan/atau menggunakan hak kekayaan intelektual atau penemuan atau
ciri khas usaha yang dimiliki Pemberi Waralaba dengan suatu imbalan berdasarkan
persyaratan yang ditetapkan oleh Pemberi Waralaba dengan sejumlah kewajiban
menyediakan dukungan konsultasi operasional yang berkesinambungan oleh Pemberi
Waralaba kepada Penerima Waralaba”
Amerika
melalui International Franchise Association (IFA) mendefinisikan franchise
sebagai hubungan kontraktual antara franchisor dengan franchise, dimana
franchisor berkewajiban menjaga kepentingan secara kontinyu pada bidang usaha
yang dijalankan oleh franchisee misalnya lewat pelatihan, di bawah merek dagang
yang sama, format dan standar operasional atau kontrol pemilik (franchisor),
dimana franchisee menamankan investasi pada usaha tersebut dari sumber dananya
sendiri.
Sejumlah
pakar juga ikut memberikan definisi terhadap waralaba. Campbell Black dalam
bukunya Black’s Law Dict menjelaskan franchise sebagai sebuah lisensi merek
dari pemilik yang mengijinkan orang lain untuk menjual produk atau service atas
nama merek tersebut.
Melihat
definisi-definisi di atas,dapat kita simpulkan bahwa ada dua pelaku atau pihak
yang terlibat dalam waralaba yaitu:
1.
Franchisor atau pemberi waralaba, adalah badan
usaha atau perorangan yang memberikan hak kepada pihak lain untuk memanfaatkan
dan atau menggunakan hak atas kekayaan intelektual atau
penemuan atau ciri khas usaha yang dimilikinya.
2.
Franchisee atau penerima waralaba, adalah
badan usaha atau perorangan yang diberikan hak untuk memanfaatkan dan atau
menggunakan hak atas kekayaan intelektual atau penemuan atau ciri khas yang
dimiliki pemberi waralaba.
Menurut
International Franchise Association (www.Franchise.org), Franchise atau
Waralaba pada hakekatnya memiliki 3 elemen berikut:
1. Merek
Dalam setiap perjanjian Waralaba, sang
Pewaralaba (Franchisor) – selaku pemilik dari Sistem Waralabanya memberikan
lisensi kepada Terwaralaba (Franchisee) untuk dapat menggunakan Merek
Dagang/Jasa dan logo yang dimiliki oleh Pewaralaba.
2. Sistem
Bisnis
Keberhasilan dari suatu organisasi Waralaba
tergantung dari penerapan Sistem/Metode Bisnis yang sama antara Pewaralaba dan
Terwaralaba. Sistem bisnis tersebut berupa pedoman yang mencakup standarisasi
produk, metode untuk mempersiapkan atau mengolah produk atau makanan, atau
metode jasa, standar rupa dari fasilitas bisnis, standar periklanan, sistem
reservasi, sistem akuntansi, kontrol persediaan, dan kebijakan dagang, dll.
3. Biaya
(Fees)
Dalam setiap format bisnis Waralaba, sang
Pewaralaba baik secara langsung atau tidak langsung menarik pembayaran dari
Terwaralaba atas penggunaan merek dan atas partisipasi dalam sistem Waralaba
yang dijalankan. Biaya biasanya terdiri atas Biaya Awal, Biaya Royalti, Biaya
Jasa, Biaya Lisensi dan atau Biaya Pemasaran bersama. Biaya lainnya juga dapat
berupa biaya atas jasa yang diberikan kepada Terwaralaba (mis: biaya
manajemen).
Karakteristik
lain dari Waralaba
Pihak-pihak
yang terkait dalam Waralaba sifatnya berdiri sendiri. Terwaralaba, Franchisee
atau penerima waralaba berada dalam posisi independen terhadap Pewaralaba,
Franchisor atau pemberi waralaba. Independen maksudnya adalah Terwaralaba
berhak atas laba dari usaha yang dijalankannya, bertanggung jawab atas
beban-beban usaha waralabanya sendiri (misalnya: pajak dan gaji pegawai). Di
luar itu, Terwaralaba terikat pada aturan dan perjanjian
dengan Pewaralaba sesuai dengan kontrak yang disepakati bersama.
Jenis waralaba
Di
lihat dari asalnya, waralaba dapat dibagi menjadi dua yaitu:
Waralaba
luar negeri, cenderung lebih disukai karena sistemnya lebih jelas, merek sudah diterima
di berbagai dunia, dan dirasakan lebih bergengsi. Adapun contoh waralaba dari
luar negeri adalah Mc Donald, Kentucky Fried Chicken, Carefour , Starbuck dll
Waralaba
dalam negeri, juga menjadi salah satu pilihan investasi untuk orang-orang yang
ingin cepat menjadi pengusaha tetapi tidak memiliki pengetahuan cukup piranti
awal dan kelanjutan usaha ini yang disediakan oleh pemilik waralaba. Contoh
waralaba dalam negeri adalah Es Teler 99, Ayam Bakar Mbok Berek, Rumah Makan
Wong Solo dll.
Manfaat
Waralaba
Sebagai
salah satu alternatif mengembangkan usaha dan mencari keuntungan, tentu saja
pihak-pihak yang berserikat dalam usaha waralaba mengharapkan keuntungan yang
bisa mengganti biaya-biaya pengorbanan yang mereka keluarkan baik
uang,waktu,usaha,kerja keras dan lain-lain. Ada banyak keuntungan dan
keunggulan prinsipal bagi masing masing rekan kerja baik bagi franchisor maupun
franchise antara lain:
Manfaat
bagi franchisor
Sebuah
jaringan menawarkan keunggulan berupa keseragaman/homogenitas, daya beli, daya
advertising, dan sarana Biaya pengembangan lebih kecil dibanding
dengan cabang, karena investasi terbagi antara franchisor dan franchisee Waktu
pengembangan lebih singkat Partner kerja antara entrepreneur independen,
yaitu franchisee dan franchisor sangatlah efektif karena franchisee yang
terpilih memiliki motivasi yang kuat, bekerja lebih lama dan memanage lebih
dekat dibandingkan dengan pegawai
Manfaat
bagi franchisee
Jaringan
waralaba memberikan keunggulan berupa homogenitas, daya beli, daya advertising,
dan sarana Franchisee
mengkopi/meniru kesuksesan dengan diberikannya bantuan dari awal bisnis
sehingga lebih cepat dengn biaya lebih murah
Resiko
lebih kecil
·
Persentasi rentabilitas kapital entrepreneur
lebih tinggi
·
Franchisee menguasai kontrol
professionnal superior karena transfer « know how » dan asistensi.
·
Franchisee belajar bidang baru
Sejarah
Waralaba
Perusahaan Coca cola di Atlanta, Amerika Serikat.
Waralaba diperkenalkan pertama kali pada
tahun 1850-an oleh Isaac Singer, pembuat mesin jahit Singer, ketika ingin
meningkatkan distribusi penjualan mesin jahitnya. Walaupun usahanya tersebut
gagal, namun dialah yang pertama kali memperkenalkan format bisnis waralaba ini
di AS. Kemudian, caranya ini diikuti oleh pewaralaba lain yang lebih sukses,
John S Pemberton, pendiri Coca Cola.[6] Namun,
menurut sumber lain, yang mengikuti Singer kemudian bukanlah Coca Cola,
melainkan sebuah industri otomotif AS, General Motors Industrypada
tahun 1898.[7] Contoh
lain di AS ialah sebuah sistem telegraf,
yang telah dioperasikan oleh berbagai perusahaan jalan kereta api, tetapi
dikendalikan oleh Western Union serta persetujuan eksklusif antar pabrikan
mobil dengan penjual.
Mc Donalds,
salah satu pewaralaba rumah makan siap saji terbesar di dunia.
Waralaba saat ini lebih didominasi oleh
waralaba rumah makan siap
saji. Kecenderungan ini dimulai pada tahun 1919 ketika A&W Root Beer
membuka restoran cepat sajinya. Pada tahun 1935, Howard Deering Johnson bekerjasama dengan
Reginald Sprague untuk memonopoli usaha restoran modern. Gagasan mereka adalah
membiarkan rekanan mereka untuk mandiri menggunakan nama yang sama, makanan,
persediaan, logo dan bahkan membangun desain sebagai pertukaran dengan suatu
pembayaran.
Dalam perkembangannya, sistem bisnis ini
mengalami berbagai penyempurnaan terutama pada tahun l950-an yang kemudian
dikenal menjadi waralaba sebagai format bisnis (business format) atau
sering pula disebut sebagai waralaba generasi kedua. Perkembangan sistem
waralaba yang demikian pesat terutama di negara asalnya, AS, menyebabkan waralaba
digemari sebagai suatu sistem bisnis diberbagai bidang usaha, mencapai 35
persen dari keseluruhan usaha ritel yang ada di AS. Sedangkan di Inggris,
berkembangnya waralaba dirintis oleh J. Lyons melalui
usahanya Wimpy and Golden Egg, pada tahun 60-an.
Bisnis waralaba tidak mengenal diskriminasi.
Pemberi waralaba dalam menyeleksi calon mitra usahanya berpedoman pada
keuntungan bersama, tidak berdasarkan SARA.
Jenis waralaba
Waralaba dapat dibagi menjadi dua:
1. Waralaba
luar negeri, cenderung lebih disukai karena sistemnya lebih jelas, merek sudah
diterima diberbagai dunia, dan dirasakan lebih bergengsi.
2. Waralaba
dalam negeri, juga menjadi salah satu pilihan investasi untuk orang-orang yang
ingin cepat menjadi pengusaha tetapi tidak memiliki pengetahuan cukup piranti
awal dan kelanjutan usaha ini yang disediakan oleh pemilik waralaba.
Biaya waralaba
Biaya waralaba meliputi:
1. Ongkos
awal, dimulai dari Rp10 juta hingga Rp1 miliar. Biaya ini meliputi pengeluaran
yang dikeluarkan oleh pemilik waralaba untuk membuat tempat usaha sesuai dengan
spesifikasi pengwaralaba dan ongkos penggunaan HAKI.
2. Ongkos
royalti, dibayarkan pemegang waralaba setiap bulan dari laba operasional.
Besarnya ongkos royalti berkisar dari 5-15 persen dari penghasilan kotor.
Ongkos royalti yang layak adalah 10 persen. Lebih dari 10 persen biasanya
adalah biaya yang dikeluarkan untuk pemasaran yang perlu dipertanggungjawabkan.
Waralaba di Indonesia
Di Indonesia,
sistem waralaba mulai dikenal pada tahun 1950-an, yaitu dengan munculnya dealer
kendaraan bermotor melalui pembelian lisensi. Perkembangan kedua dimulai pada
tahun 1970-an, yaitu dengan dimulainya sistem pembelian lisensi plus, yaitu
pewaralaba tidak sekedar menjadi penyalur, namun juga memiliki hak untuk
memproduksi produknya.[8] Agar
waralaba dapat berkembang dengan pesat, maka persyaratan utama yang harus
dimiliki satu teritori adalah kepastian hukum yang mengikat baik bagi
pengwaralaba maupun pewaralaba. Karenanya, kita dapat melihat bahwa di negara
yang memiliki kepastian hukum yang jelas, waralaba berkembang pesat, misalnya
di AS danJepang. Tonggak kepastian hukum akan format waralaba di Indonesia dimulai
pada tanggal 18 Juni 1997, yaitu dengan dikeluarkannya Peraturan
Pemerintah (PP) RI No. 16 Tahun 1997 tentang Waralaba. PP No.
16 tahun 1997 tentang waralaba ini telah dicabut dan diganti dengan PP no 42
tahun 2007 tentang Waralaba. Selanjutnya ketentuan-ketentuan lain yang
mendukung kepastian hukum dalam format bisnis waralaba adalah sebagai berikut:[9]
Keputusan Menteri Perindustrian dan
Perdagangan RI No. 259/MPP/KEP/7/1997 Tanggal 30 Juli 1997 tentang Ketentuan
Tata Cara Pelaksanaan Pendaftaran Usaha Waralaba.
1. Peraturan
Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI No. 31/M-DAG/PER/8/2008 tentang
Penyelenggaraan Waralaba
2. Undang-undang
No. 14 Tahun 2001 tentang Paten.
3. Undang-undang
No. 15 Tahun 2001 tentang Merek.
4. Undang-undang
No. 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang.
No comments:
Post a Comment