Friday, 28 October 2016

DASAR HUKUM FRANCHISE INDONESIA

DASAR HUKUM FRANCHISE INDONESIA
 
Franchise bermakna bebas dalam bahasa Perancis. Dalam dunia usaha, franchise berarti sebuah bentuk kerjasama yang menerangkan bahwa Pemilik Waralaba(Franchisor) memberikan izin kepada pihak penerima/pembeli Waralaba (Franchisee) untuk menggunakan hak intelektualnya yang berupa nama, produk atau jasa, merek dagang/jasa dan sistem operasi usaha (manajemen). Franchise akan / berhak menerima Royalti atas hak itu dari franchisee yang telah membeli/memakai nananya. Harganya pun beragam.
Sejarah Franchise
Franchise, atau waralaba dalam bahasa Indonesia, pertama kali dimulai dan diperkenalkan pada tahun 1851 di Amerika oleh Isaac Singer, produsen mesin jahit dan pendiri Singer Sewing Machine Company. Ide sistem waralaba ini muncul karena  keinginannya untuk meningkatkan distribusi penjualan mesin jahitnya. Walaupun sebenarnya usaha tersebut gagal, namun dia diakui sebagai pelopor format bisnis waralaba ini di AS.
Sistem itu kemudian diikuti oleh perusahaan otomotif General Motor Industry yang melakukan penjualan kendaraan bermotor dengan menunjuk distributor franchise pada tahun 1898. Selanjutnya, diikuti pula oleh perusahaan-perusahaan soft drink di Amerika sebagai saluran distribusi di AS dan negara-negara lain. Sedangkan di Inggris waralaba dirintis oleh J Lyons melalui usahanya Wimpy and Golden Egg pada dekade 60an.
Franchise dikenal di Indonesia sejak era 70-an ketika Shakey Pisa, KFC, Swensen dan Burger King masuk dan mencoba peluang berinvestasi di Indonesia. Perkembangannya terlihat sangat pesat dimulai sekitar 1995. Data Deperindag pada 1997 mencatat sekitar 259 perusahaan penerima waralaba di Indonesia. Setelah itu, usaha franchise mengalami kemerosotan karena terjadi krisis moneter. Para penerima waralaba asing terpaksa menutup usahanya karena nilai rupiah yang terperosok sangat dalam. Hingga 2000, franchise asing masih menunggu untuk masuk ke Indonesia. Hal itu disebabkan kondisi ekonomi dan politik yang belum stabil ditandai dengan perseteruan para elit politik. Barulah pada 2003, usaha franchise di tanah air mengalami perkembangan yang sangat pesat.
Definisi
Waralaba atau Franchising berasal dari bahasa Prancis yang berarti kejujuran atau kebebasan. Sedangkan dalam dunia bisnis, setiap negara memiliki definisi tersendiri tentang waralaba. Menurut versi pemerintah Indonesia yang tercantum dalam Peraturan Menteri Perdagangan (NO. 12/2006) “Waralaba (Franchise) adalah perikatan antara Pemberi Waralaba dengan Penerima Waralaba dimana Penerima Waralaba diberikan hak untuk menjalankan usaha dengan memanfaatkan dan/atau menggunakan hak kekayaan intelektual atau penemuan atau ciri khas usaha yang dimiliki Pemberi Waralaba dengan suatu imbalan berdasarkan persyaratan yang ditetapkan oleh Pemberi Waralaba dengan sejumlah kewajiban menyediakan dukungan konsultasi operasional yang berkesinambungan oleh Pemberi Waralaba kepada Penerima Waralaba”
Amerika melalui International Franchise Association (IFA) mendefinisikan franchise sebagai hubungan kontraktual antara franchisor dengan franchise, dimana franchisor berkewajiban menjaga kepentingan secara kontinyu pada bidang usaha yang dijalankan oleh franchisee misalnya lewat pelatihan, di bawah merek dagang yang sama, format dan standar operasional atau kontrol pemilik (franchisor), dimana franchisee menamankan investasi pada usaha tersebut dari sumber dananya sendiri.
Sejumlah pakar juga ikut memberikan definisi terhadap waralaba. Campbell Black dalam bukunya Black’s Law Dict menjelaskan franchise sebagai sebuah lisensi merek dari pemilik yang mengijinkan orang lain untuk menjual produk atau service atas nama merek tersebut.
Melihat definisi-definisi di atas,dapat kita simpulkan bahwa ada dua pelaku atau pihak yang terlibat dalam waralaba yaitu:
1.      Franchisor atau pemberi waralaba, adalah badan usaha atau perorangan yang memberikan hak kepada pihak lain untuk memanfaatkan dan atau menggunakan hak atas kekayaan intelektual atau penemuan atau ciri khas usaha yang dimilikinya.
2.      Franchisee atau penerima waralaba, adalah badan usaha atau perorangan yang diberikan hak untuk memanfaatkan dan atau menggunakan hak atas kekayaan intelektual atau penemuan atau ciri khas yang dimiliki pemberi waralaba.
 
Elemen Waralaba
Menurut International Franchise Association (www.Franchise.org), Franchise atau Waralaba pada hakekatnya memiliki 3 elemen berikut:
1.      Merek
Dalam setiap perjanjian Waralaba, sang Pewaralaba (Franchisor) – selaku pemilik dari Sistem Waralabanya memberikan lisensi kepada Terwaralaba (Franchisee) untuk dapat menggunakan Merek Dagang/Jasa dan logo yang dimiliki oleh Pewaralaba.
 
2.      Sistem Bisnis
Keberhasilan dari suatu organisasi Waralaba tergantung dari penerapan Sistem/Metode Bisnis yang sama antara Pewaralaba dan Terwaralaba. Sistem bisnis tersebut berupa pedoman yang mencakup standarisasi produk, metode untuk mempersiapkan atau mengolah produk atau makanan, atau metode jasa, standar rupa dari fasilitas bisnis, standar periklanan, sistem reservasi, sistem akuntansi, kontrol persediaan, dan kebijakan dagang, dll.
3.      Biaya (Fees)
Dalam setiap format bisnis Waralaba, sang Pewaralaba baik secara langsung atau tidak langsung menarik pembayaran dari Terwaralaba atas penggunaan merek dan atas partisipasi dalam sistem Waralaba yang dijalankan. Biaya biasanya terdiri atas Biaya Awal, Biaya Royalti, Biaya Jasa, Biaya Lisensi dan atau Biaya Pemasaran bersama. Biaya lainnya juga dapat berupa biaya atas jasa yang diberikan kepada Terwaralaba (mis: biaya manajemen).
 
Karakteristik lain dari Waralaba
Pihak-pihak yang terkait dalam Waralaba sifatnya berdiri sendiri. Terwaralaba, Franchisee atau penerima waralaba berada dalam posisi independen terhadap Pewaralaba, Franchisor atau pemberi waralaba. Independen maksudnya adalah Terwaralaba berhak atas laba dari usaha yang dijalankannya, bertanggung jawab atas beban-beban usaha waralabanya sendiri (misalnya: pajak dan gaji pegawai). Di luar itu, Terwaralaba terikat pada aturan dan perjanjian dengan Pewaralaba sesuai dengan kontrak yang disepakati bersama.
Jenis waralaba
Di lihat dari asalnya, waralaba dapat dibagi menjadi dua yaitu:
Waralaba luar negeri, cenderung lebih disukai karena sistemnya lebih jelas, merek sudah diterima di berbagai dunia, dan dirasakan lebih bergengsi. Adapun contoh waralaba dari luar negeri adalah Mc Donald, Kentucky Fried Chicken, Carefour , Starbuck dll
Waralaba dalam negeri, juga menjadi salah satu pilihan investasi untuk orang-orang yang ingin cepat menjadi pengusaha tetapi tidak memiliki pengetahuan cukup piranti awal dan kelanjutan usaha ini yang disediakan oleh pemilik waralaba. Contoh waralaba dalam negeri adalah Es Teler 99, Ayam Bakar Mbok Berek, Rumah Makan Wong Solo dll.
 
 
 
Manfaat Waralaba
Sebagai salah satu alternatif mengembangkan usaha dan mencari keuntungan, tentu saja pihak-pihak yang berserikat dalam usaha waralaba mengharapkan keuntungan yang bisa mengganti biaya-biaya pengorbanan yang mereka keluarkan baik uang,waktu,usaha,kerja keras dan lain-lain. Ada  banyak keuntungan dan keunggulan prinsipal bagi masing masing rekan kerja baik bagi franchisor maupun franchise antara lain:
Manfaat bagi franchisor
Sebuah jaringan menawarkan keunggulan berupa keseragaman/homogenitas, daya beli, daya advertising, dan sarana Biaya pengembangan lebih kecil dibanding dengan cabang, karena investasi terbagi antara franchisor dan franchisee Waktu pengembangan lebih singkat Partner kerja antara entrepreneur independen, yaitu franchisee dan franchisor sangatlah efektif karena franchisee yang terpilih memiliki motivasi yang kuat, bekerja lebih lama dan memanage lebih dekat dibandingkan dengan pegawai
 
Manfaat bagi franchisee
Jaringan waralaba memberikan keunggulan berupa homogenitas, daya beli, daya advertising, dan sarana Franchisee mengkopi/meniru kesuksesan dengan diberikannya bantuan dari awal bisnis sehingga lebih cepat dengn biaya lebih murah
Resiko lebih kecil
·         Persentasi rentabilitas kapital entrepreneur lebih tinggi
·         Franchisee menguasai  kontrol professionnal superior karena transfer « know how » dan asistensi.
·         Franchisee belajar bidang baru
 
Sejarah Waralaba
http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/1/1c/Coca-ColaHQ.jpg/200px-Coca-ColaHQ.jpg
Perusahaan Coca cola di Atlanta, Amerika Serikat.
Waralaba diperkenalkan pertama kali pada tahun 1850-an oleh Isaac Singer, pembuat mesin jahit Singer, ketika ingin meningkatkan distribusi penjualan mesin jahitnya. Walaupun usahanya tersebut gagal, namun dialah yang pertama kali memperkenalkan format bisnis waralaba ini di AS. Kemudian, caranya ini diikuti oleh pewaralaba lain yang lebih sukses, John S Pemberton, pendiri Coca Cola.[6] Namun, menurut sumber lain, yang mengikuti Singer kemudian bukanlah Coca Cola, melainkan sebuah industri otomotif AS, General Motors Industrypada tahun 1898.[7] Contoh lain di AS ialah sebuah sistem telegraf, yang telah dioperasikan oleh berbagai perusahaan jalan kereta api, tetapi dikendalikan oleh Western Union serta persetujuan eksklusif antar pabrikan mobil dengan penjual.
http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/c/c6/McDonalds_Museum.jpg/200px-McDonalds_Museum.jpg
Mc Donalds, salah satu pewaralaba rumah makan siap saji terbesar di dunia.
Waralaba saat ini lebih didominasi oleh waralaba rumah makan siap saji. Kecenderungan ini dimulai pada tahun 1919 ketika A&W Root Beer membuka restoran cepat sajinya. Pada tahun 1935, Howard Deering Johnson bekerjasama dengan Reginald Sprague untuk memonopoli usaha restoran modern. Gagasan mereka adalah membiarkan rekanan mereka untuk mandiri menggunakan nama yang sama, makanan, persediaan, logo dan bahkan membangun desain sebagai pertukaran dengan suatu pembayaran.
Dalam perkembangannya, sistem bisnis ini mengalami berbagai penyempurnaan terutama pada tahun l950-an yang kemudian dikenal menjadi waralaba sebagai format bisnis (business format) atau sering pula disebut sebagai waralaba generasi kedua. Perkembangan sistem waralaba yang demikian pesat terutama di negara asalnya, AS, menyebabkan waralaba digemari sebagai suatu sistem bisnis diberbagai bidang usaha, mencapai 35 persen dari keseluruhan usaha ritel yang ada di AS. Sedangkan di Inggris, berkembangnya waralaba dirintis oleh J. Lyons melalui usahanya Wimpy and Golden Egg, pada tahun 60-an.
Bisnis waralaba tidak mengenal diskriminasi. Pemberi waralaba dalam menyeleksi calon mitra usahanya berpedoman pada keuntungan bersama, tidak berdasarkan SARA.
Jenis waralaba
Waralaba dapat dibagi menjadi dua:
1.      Waralaba luar negeri, cenderung lebih disukai karena sistemnya lebih jelas, merek sudah diterima diberbagai dunia, dan dirasakan lebih bergengsi.
2.      Waralaba dalam negeri, juga menjadi salah satu pilihan investasi untuk orang-orang yang ingin cepat menjadi pengusaha tetapi tidak memiliki pengetahuan cukup piranti awal dan kelanjutan usaha ini yang disediakan oleh pemilik waralaba.
 
Biaya waralaba
Biaya waralaba meliputi:
1.      Ongkos awal, dimulai dari Rp10 juta hingga Rp1 miliar. Biaya ini meliputi pengeluaran yang dikeluarkan oleh pemilik waralaba untuk membuat tempat usaha sesuai dengan spesifikasi pengwaralaba dan ongkos penggunaan HAKI.
2.      Ongkos royalti, dibayarkan pemegang waralaba setiap bulan dari laba operasional. Besarnya ongkos royalti berkisar dari 5-15 persen dari penghasilan kotor. Ongkos royalti yang layak adalah 10 persen. Lebih dari 10 persen biasanya adalah biaya yang dikeluarkan untuk pemasaran yang perlu dipertanggungjawabkan.
 
Waralaba di Indonesia
Di Indonesia, sistem waralaba mulai dikenal pada tahun 1950-an, yaitu dengan munculnya dealer kendaraan bermotor melalui pembelian lisensi. Perkembangan kedua dimulai pada tahun 1970-an, yaitu dengan dimulainya sistem pembelian lisensi plus, yaitu pewaralaba tidak sekedar menjadi penyalur, namun juga memiliki hak untuk memproduksi produknya.[8] Agar waralaba dapat berkembang dengan pesat, maka persyaratan utama yang harus dimiliki satu teritori adalah kepastian hukum yang mengikat baik bagi pengwaralaba maupun pewaralaba. Karenanya, kita dapat melihat bahwa di negara yang memiliki kepastian hukum yang jelas, waralaba berkembang pesat, misalnya di AS danJepang. Tonggak kepastian hukum akan format waralaba di Indonesia dimulai pada tanggal 18 Juni 1997, yaitu dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah (PP) RI No. 16 Tahun 1997 tentang Waralaba. PP No. 16 tahun 1997 tentang waralaba ini telah dicabut dan diganti dengan PP no 42 tahun 2007 tentang Waralaba. Selanjutnya ketentuan-ketentuan lain yang mendukung kepastian hukum dalam format bisnis waralaba adalah sebagai berikut:[9]
Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI No. 259/MPP/KEP/7/1997 Tanggal 30 Juli 1997 tentang Ketentuan Tata Cara Pelaksanaan Pendaftaran Usaha Waralaba.
1.      Peraturan Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI No. 31/M-DAG/PER/8/2008 tentang Penyelenggaraan Waralaba
2.      Undang-undang No. 14 Tahun 2001 tentang Paten.
3.      Undang-undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek.
4.      Undang-undang No. 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang.
 
 

No comments:

Post a Comment